BANJAR, LingkarJabar – Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang perkebunan. Baru-baru ini, ketegangan terjadi antara PTPN Batulawang dan Serikat Petani Pasundan (SPP). Pada Senin, 5 Februari 2025 lalu, ratusan petani menggelar unjuk rasa di Gedung DPRD Banjar, Jawa Barat.
Aksi tersebut dilakukan untuk menuntut keadilan atas dugaan penghancuran fasilitas yang direncanakan sebagai tempat ibadah di lahan Hak Guna Usaha (HGU) eks-PTPN Batulawang, yang berlokasi di Desa Sinartanjung, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar. Para petani menuding bahwa fasilitas tersebut dirusak oleh sekelompok orang tak dikenal yang diduga terkait dengan pihak perusahaan.
“Kami hanya ingin mendirikan tempat ibadah untuk berdoa, namun dihancurkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” ujar Yani, perwakilan SPP dan KPA Jabar, saat aksi berlangsung.
Sebagai respons terhadap aksi tersebut, PTPN Batulawang akhirnya memberikan klarifikasi di Gedung DPRD Banjar pada Senin, 10 Februari 2025. Dalam pertemuan itu, Manajer PTPN Batulawang, Oki Ferdinal Puar, menegaskan bahwa bangunan yang didirikan oleh SPP tidak memiliki izin dan diduga menggunakan material kayu milik PTPN yang ditebang secara ilegal.
“Areal tersebut sudah dikelola dengan baik oleh petani Sinartanjung, di mana 80% dari mereka adalah karyawan kami. Kami menduga bahwa yang mendirikan bangunan itu bukan masyarakat Sinartanjung,” ujar Oki. Ia juga menambahkan bahwa pendirian bangunan tanpa izin melanggar aturan serta berpotensi merusak tanaman di lahan tersebut.
Pihak perusahaan menegaskan bahwa mereka membuka kesempatan bagi petani untuk menggarap lahan perkebunan, tetapi harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. “Tidak boleh ada intervensi kepentingan dari pihak mana pun. Lahan ini milik pemerintah, bukan untuk dimiliki secara pribadi,” lanjut Oki.
Ketua Umum SPBUN PTPN 1 Regional 2, Adi Sukmawadi, turut menegaskan bahwa tuduhan dari SPP tidak benar. “Kami datang ke DPRD Banjar dengan niat baik untuk meluruskan informasi yang beredar,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Banjar, Sutarno, menyatakan bahwa pemanggilan PTPN bertujuan untuk mengklarifikasi serta menindaklanjuti aspirasi SPP. “Kami tidak bisa menentukan siapa yang benar atau salah, tetapi mendirikan bangunan di lahan pemerintah tanpa izin jelas merupakan pelanggaran aturan,” katanya.
Ketua Komisi II DPRD Banjar, Rossi Hernawati, juga menekankan bahwa sesuai kebijakan pemerintah pusat, 80% dari penggarap lahan PTPN harus berasal dari Desa Sinartanjung.
Dalam audiensi tersebut, suasana tetap kondusif. Semua pihak menyampaikan pandangannya dengan tertib dan sopan.
Pada aksi unjuk rasa sebelumnya, massa membawa spanduk serta poster berisi tuntutan. Mereka melakukan long march menuju Gedung DPRD Banjar dan menyampaikan orasi yang menuntut perlindungan hukum bagi petani serta tindakan terhadap pelaku perusakan. Aparat kepolisian dari Polres Banjar serta Satpol PP dikerahkan untuk mengamankan jalannya aksi. (Johan)