Berita  

Karyawan Ungkap Deretan Pelanggaran Ketenagakerjaan PT Dae Dong

BOGOR, LingkarJabar – kematian Sandi menjadi trigger (pemicu) deretan pelanggaran ketenagakerjaan di PT Dae Dong International (DDI). Sandi adalah karyawan tetap yang telah bekerja selama 12 tahun di PT DDI, sebuah pabrik garmen yang berlokasi di Desa Teluk Pinang, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

Seperti diberitakan sebelumnya, Sandi meninggal saat sedang bekerja dan diduga lamban mendapat pertolongan oleh perusahaan pada Senin, 1 Desember 2025.

Setelah terjadinya kasus kematian Sandi, sejumlah karyawan mulai berani menyuarakan nasib mereka selama bekerja di pabrik garmen PT DDI yang dipimpin Osin, warga negara Korea Selatan.

Informasi yang dihimpun dari sejumlah karyawan, beberapa pelanggaran ketenagakerjaan yang terjadi di PT DDI antara lain besaran upah/gaji yang jauh di luar ketentuan, pelanggaran upah lembur, pelanggaran jam kerja, BPJS Ketenagakerjaan, tidak memiliki klinik, hingga otoritas pabrik.

“Gaji karyawan di PT Dae Dong memang berbeda-beda sesuai levelnya. Yang paling rendah kebanyakan Rp1,2 juta per bulan. Terkadang hari Sabtu masuk tapi hanya dibayar satu hari kadang tidak. Lembur tiga jam yang dibayar hanya satu jam,” ungkap AS, salah seorang karyawan, asal Kecamatan Ciawi, Kamis, 4 Desember 2025.

Besaran gaji Rp1,2 juta tersebut adalah pelanggaran jika mengacu kepada Peraturan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Bogor tahun 2025 yang ditetapkan sebesar Rp4.877.211 per bulan, yang berlaku mulai 1 Januari 2025. Angka ini merupakan hasil kenaikan sebesar 6,5% dari UMK tahun 2024, dan ditetapkan berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561.7/Kep.798-Kesra/2024. Aturan ini mengikuti ketentuan dari PP Nomor 16 Tahun 2024 tentang Pengupahan dan Permenaker Nomor 16 Tahun 2024.

Selain itu, melanggar Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.344-Yanbangsos/2019 tentang Upah Minimun Khusus Perusahaan Tekstil dan Produk Tekstil di Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2019. Dalam amar putusan Keputusan Gubernur Jabar ini, upah perusahaan tekstil dan produk tekstil sebesar Rp3.300.244. Dalam poin kedua amar putusan disebutkan, peraturan ini berlaku bagi 33 perusahaan tekstil dan produk tekstil termasuk PT DDI dengan karyawan pada saat itu berjumlah 646 orang.

Sedangkan pelanggaran BPJS Ketenagakerjaan seperti dikemukakan Santi, istri dari almarhum Sandi. “Suami saya sudah 12 tahun kerja di PT Dae Dong dan sudah menjadi karyawan tetap. Tapi pas lihat saldo BPJS Ketenagakerjaan hanya ada Rp2 juta. Berarti setiap bulannya BPJS suami saya tidak dibayarkan oleh perusahaan,” ungkapnya di hadapan jajaran perwakilan Musika Ciawi, Kamis, 4 Desember 2025.

Kenyataan tersebut tak ayal menambah kepedihan mendalam yang dialami keluarga Sandi. “Pihak perusahaan sudah datang ke rumah, ngasih Rp10 juta. Yang Rp7 jutanya gaji suami selama dua bulan. Jadi perusahaan hanya memberi kompensasi atau kerohiman Rp3 juta,” ucap Santi sambil menggendong anaknya yang masih berusia 10 hari.

Menyimak pengakuan istri Sandi, PT DDI diduga kuat melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas PP Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).

Berdasarkan Pasal 34 beleid tersebut berbunyi, “Manfaat JKM diberikan apabila peserta meninggal dalam masa aktif, terdiri atas:
a. Santunan sekaligus Rp20.000.000 diberikan kepada ahli waris peserta.
b. Santunan berkala yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp12.000.000 diberikan kepada ahli waris peserta.
c. Biaya pemakaman sebesar Rp10.000.000 diberikan kepada ahli waris peserta.
d. Beasiswa pendidikan bagi anak dari peserta yang telah memiliki masa iuran paling singkat 3 (tiga) tahun dan meninggal dunia bukan akibat Kecelakaan Kerja”.

“Masalah kemarin yang meninggal perusahaan minta iuran ke karyawan untuk bantu korban,” cetus ML, rekan kerja almarhum Sandi.

PT DDI yang kini memiliki karyawan kurang lebih 1.000 orang justru tidak memiliki klinik. Hal ini seperti diakui oleh HRD PT DDI, Eka, pada Rabu, 3 Desember 2025.

Kejanggalan lain, di dalam area pabrik terdapat kantor bea cukai, dan terpasang pula plang berukuran besar di depan pabrik bertuliskan “Instalasi Karantina Hewan” (RN)