Berita  

Empat Tahun Cuma Rp59 Juta untuk Rutilahu, Tapi Rp2 Miliar Siap untuk Mobil Pejabat Banjar

Empat Tahun Cuma Rp59 Juta untuk Rutilahu, Tapi Rp2 Miliar Siap untuk Mobil Pejabat Banjar. Foto: Johan Wijaya/LJ

BANJAR, LingkarJabar – Program perbaikan rumah tidak layak huni (Rutilahu) di Kota Banjar kembali berjalan tanpa dukungan anggaran memadai. Poros Sahabat Nusantara (Posnu) menilai situasi ini sebagai bukti kegagalan Pemkot Banjar dalam memprioritaskan kepentingan warga miskin.

Pembina Posnu, Muhlison menegaskan bahwa persoalan minimnya anggaran bukan akibat ketiadaan dana, melainkan lemahnya kemauan politik serta rendahnya kepedulian pemerintah terhadap masyarakatnya.

Ia menyoroti dokumen KUAPPAS dan Nota Keuangan 2026 yang menunjukkan bahwa program-program kemasyarakatan, termasuk Rutilahu, nyaris tak tersentuh anggaran.

“Ini bukan soal tidak ada uang. Pertanyaannya, pemerintah mau atau tidak peduli? Tidak harus miliaran, tapi setidaknya ada bukti perhatian. Empat tahun hanya 59 juta? Kalau saya jadi wali kota, jujur saja, itu memalukan,” ujarnya, Senin (1/12/2025).

Ironisnya, saat anggaran untuk warga miskin seret, justru muncul rencana pembelian dua mobil dinas untuk wali kota dan wakil wali kota, masing-masing sekitar Rp900 juta, atau hampir Rp2 miliar untuk dua unit.

Posnu juga mengungkapkan bahwa informasi awal yang menyebut mobil tersebut untuk kejaksaan sudah dibantah langsung pihak kejaksaan. Setelah itu, anggaran dialihkan menjadi pembelian mobil pimpinan daerah.

Kontras semakin tampak ketika dibandingkan dengan dinas lain. Dinas PMD misalnya, masih mampu mengalokasikan Rp150–200 juta per tahun untuk perbaikan rumah warga, di luar bantuan Baznas dan provinsi. Namun Pemkot Banjar sendiri tidak memiliki langkah konkret serupa.

“Setiap tahun survei, tahun berikutnya survei lagi. Hanya 59 juta. Ada gaji, ada tunjangan, tapi tidak ada kerja nyata untuk masyarakat,” tegasnya.

Ia juga mempertanyakan anggaran Rp1,6–1,7 miliar untuk program “Daya Tarik Wisata” pada 2026, termasuk ratusan juta rupiah untuk pengembangan dan promosi wisata.

“Pertanyaannya, apa yang mau dipromosikan? Status hukumnya jelas atau tidak? Wisatanya milik siapa? Apa hasilnya nanti? Pendapatan naik? UMKM berkembang? Anggaran harus jelas, bukan asal habis,” ujarnya.

Dengan kondisi keuangan daerah yang berpotensi defisit hingga Rp140 miliar sesuai struktur KUAPPAS, Posnu menilai Pemkot seharusnya fokus pada program yang berdampak langsung bagi masyarakat miskin, termasuk Rutilahu.

“Kalau bicara efektivitas dan efisiensi, anggaran seperti ini yang harus dipangkas. Bukan malah memaksakan pembelian mobil dinas,” pungkasnya. (Johan Wijaya)